Setiap 1 Desember, Dunia memperingati Hari AIDS Sedunia sebagai momentum penting untuk meningkatkan kesadaran tentang HIV/AIDS dan menegaskan komitmen kolektif dalam mengakhiri pandemi ini.
Tahun 2024, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingati Hari Aids Dunia dengan mengusung tema “Take the rights path: My health, my right!” atau “Ambil Jalur Hak: Kesehatanku, Hakku!”—sebuah pengingat bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia yang harus dilindungi untuk semua tanpa terkecuali.
Namun, realitas di Indonesia menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sepanjang Januari hingga September 2024, terdapat 35.415 kasus baru HIV dan 12.481 kasus AIDS. Angka ini hampir melampaui kasus yang tercatat pada periode yang sama tahun sebelumnya, di mana lebih dari 50.000 kasus baru HIV/AIDS dilaporkan.
Menyoroti Kelompok Rentan
Data juga menunjukkan bahwa 71 persen kasus HIV/AIDS terjadi pada pria, sementara perempuan menyumbang 29 persen. Lebih mencemaskan lagi, prevalensi kasus di kalangan usia muda sangat tinggi: 19 persen pada rentang usia 20-24 tahun dan 60 persen pada usia 25-49 tahun—kelompok usia produktif yang seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan bangsa.
Tidak hanya itu, sekitar 6 persen kasus terjadi pada remaja di bawah usia 20 tahun, sebuah peringatan bahwa edukasi dan pencegahan perlu ditingkatkan, terutama bagi generasi muda. HIV/AIDS bukan hanya masalah kesehatan fisik, tetapi juga persoalan stigma sosial yang melekat.
Stigma ini tidak hanya menyulitkan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) untuk mengakses layanan kesehatan, tetapi juga memperburuk diskriminasi terhadap mereka di berbagai aspek kehidupan. Padahal, memastikan akses layanan kesehatan yang inklusif adalah langkah krusial untuk menekan penyebaran dan dampak HIV/AIDS.
Sebagian besar penularan HIV di Indonesia terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Oleh karena itu, edukasi publik tentang perilaku seksual yang sehat, peningkatan akses terhadap alat kontrasepsi, serta penguatan program harm reduction untuk pengguna narkoba suntik menjadi prioritas yang tidak bisa ditunda.
Selain itu, pemerintah dan masyarakat perlu bergandengan tangan untuk menegakkan hak asasi manusia di sektor kesehatan. Layanan pencegahan, pengobatan, dan perawatan HIV harus tersedia secara merata, tanpa diskriminasi berdasarkan status HIV, jenis kelamin, usia, atau latar belakang sosial.
Menyongsong Akhir Pandemi AIDS
Mengakhiri AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030 bukanlah utopia, tetapi target yang bisa dicapai jika kita menempatkan hak asasi manusia sebagai pusat perjuangan ini. Setiap langkah menuju inklusivitas, kesetaraan, dan aksesibilitas layanan kesehatan adalah langkah nyata menuju dunia yang bebas dari AIDS.
Kini saatnya Indonesia berdiri di garda terdepan, memastikan bahwa jalur hak menuju kesehatan dapat dilalui oleh semua lapisan masyarakat. Sebab, kesehatan bukanlah kemewahan, melainkan hak mendasar bagi setiap individu. (CHI)