Manokwari, Lintas – Tak selalu mulus, pembangunan Jalan Trans-Papua Barat yang merupakan bagian dari Jalan Trans-Papua (JTP) menghadapi berbagai macam tantangan. Mulai dari kondisi cuaca dan alam yang masih berupa hutan dan kondisi geografi yang cukup berat hampir pada semua segmen dari Sorong sampai Merauke membuat pembangunan JTP tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh proses panjang sejak perencanaan, pendanaan, pembebasan lahan, dan terkait berbagai aspek lainnya.
Hal ini disampaikan Kepala Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Papua Barat (P2JN Pabar) Teguhwiyono Purwohandoko, ST, MEng, saat diwawancarai Lintas (12/7/2022).
Ia memaparkan, dalam pembangunan setiap segmen Jalan Trans-Papua Barat memiliki keunikan dan kesulitan tersendiri. Tantangan dalam pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Papua di antaranya kondisi cuaca dan alamnya masih berupa hutan dengan kondisi geografi cukup berat dengan kemiringan masih di atas 18% dan berada pada punggung gunung.
Kemudian, JTP Pabar juga terletak pada lokasi sesar gempa, sehingga menyebabkan seringnya terjadi longsor dan patahan badan jalan seperti di daerah Gunung Pasir di ruas Arfu-Kebar dan Gunung Botak ruas Mameh-Wasior.
Selain itu, masyarakat setempat menutup beberapa titik konstruksi dengan dasar kepemilikan hak ulayat atau tanah adat yang menyebabkan biaya konstruksi melonjak.
“Setiap wilayah yang dibangun mempunyai perbedaan dalam jenis tanah dasarnya, sehingga dalam penanganannya pun akan berbeda, tidak bisa disamakan antara satu wilayah dengan yang lainnya, selain itu kita juga tidak pernah tahu asal muasal serta bagaimana pengambilan trase ketika awal jalan tersebut dibentuk, inilah yang harus kita sikapi dengan bijak perencanaan untuk pencegahan mitigasi bencananya,” paparnya.
Topografi dinilai menjadi tantangan utama dalam konstruksi JTP Pabar. JTP Pabar dibagi menjadi dua segmen, yakni Sorong-Manokwari (574,81 km) dan Manokwari-Batas Provinsi Pabar (524 km).
Terkait kondisi pada Jalan Trans-Papua khususnya di Pabar, Teguh menjelaskan, Jalan Trans-Papua saat ini sedang dalam tahap penuntasan. Beberapa ruas masih terdapat segmen dengan tahapan penyelesaian detail engineering design (DED) dan pelaksanaan konstruksi, yaitu ruas jalan Mameh-Windesi, Windesi-Ambuni, dan Simpang Goro-Kampung Muri-Batas Provinsi Papua.
Risiko bencana
Mitigasi jalan nasional berarti memberikan reaksi cepat tanggap terhadap kondisi aktual di lapangan yang berpotensi mengganggu arus lalu lintas, baik berupa banjir, longsor, maupun gejala instabilitas lainnya.
Menurut Teguh, informasi gangguan lalu lintas terkait hal ini biasanya diperoleh dari laporan manager ruas dan konsultan supervisi di ruas terkait, ataupun informasi dari pengguna jalan.
“Gejala longsor atau gejala instabilitas pada jalan ditangani secara darurat untuk mengembalikan fungsi jalan serta menghindari kerusakan lebih parah, dan selama penanganan darurat dilakukan pembatasan arus lalu lintas,” lanjutnya.
Adapun, berbagai cara penanganan darurat jalan pascabencana, yaitu dengan membersihkan permukaan jalan dan sistem drainase, memasang rambu pada perimeter, melakukan detour atau membuat jembatan sementara.
Kemudian, penanganan darurat dilanjutkan dengan desain penanganan permanen untuk menghindari kelumpuhan transportasi secara tiba-tiba.
Mitigasi juga dilakukan dengan melakukan inspeksi khusus setelah hujan dengan intensitas mencapai 100 mm/hari atau 70 mm/hari secara terus menerus lebih dari dua jam atau setelah kejadian gempa.
Program TA 2022
Satker P2JN Pabar telah melakukan kegiatan perencanaan dan pengawasan teknis jalan dan jembatan secara integral dan sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs).
Pada tahun anggaran (TA) 2022, alokasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang dikelola sebesar Rp 89,5 miliar dengan rincian Rp 87,4 miliar untuk dukungan teknis dan Rp 2 miliar untuk dukungan manajemen.
“Adapun jumlah paket terkontrak sebanyak satu paket bantuan teknis, tujuh paket perencanaan teknis (DED), dan 17 paket pengawasan teknis (9 MYC dan 8 SYC),” katanya.
Sementara itu, dari total panjang jalan nasional di BPJN Pabar yang mencapai 1.335,27 km, kondisi kemantapan jalannya berdasarkan hasil survei semester II-2021, adalah 75,37%, sedangkan kemantapan jembatan 77,96% dari total 578 jembatan.
“Penyebab terbesar dari ketidak mantapan jalan disebabkan oleh kondisi perkerasan yang masih berupa jalan tanah atau agregat tanpa penutup. Sedangkan penyebab ketidak mantapan jembatan karena masih banyaknya jembatan kayu log pada ruas jalan nasional,” imbuh Teguh.
Kemudian, sebagai satuan kerja yang diamanahkan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi perencanaan teknis jalan dan jembatan di Pabar, P2JN senantiasa proaktif berkomunikasi dengan berbagai stakeholder untuk menyediakan perencanaan yang inovatif, aplikabel, dan sesuai dengan sasaran program.
“Inovatif berarti produk perencanaan memiliki unsur seni yang selaras dengan lingkungan, adaptif gender, serta mengutamakan penggunaan material lokal, lalu applicabel berarti hasil perencanaan mudah untuk diterapkan dengan memanfaatkan teknologi sederhana tepat guna untuk mencapai sasaran program secara optimal, dan hasil perencanaan menjelaskan pentahapan pekerjaan sesuai dengan kemampuan pembiayaan,” ujarnya.
Terkait kendala di lapangan, salah satu yang harus dihadapi adalah masih ditemukannya penyedia jasa yang tidak mampu mengelola permasalahan internalnya dengan baik sehingga mengakibatkan keterlambatan pekerjaan.
“Hal ini mengindikasikan diperlukannya profesionalisme penyedia jasa tanpa menutup kemungkinan melalui pemberdayaan penyedia jasa lokal,” lanjutnya.
Sebagai penutup, Teguh berharap agar panjang jalan dan jembatan yang terbangun pada lintas utama (penuntasan Trans-Papua dan Jalan Lingkar Sorong) dapat meningkat. Serta tercapainya tingkat kemantapan jalan dan jembatan nasional sebesar 98% di Pabar dengan waktu tempuh 1,9 jam per 100 km.
“Tujuan dari dibangunnya Jalan Trans-Papua Barat adalah untuk memeratakan pembangunan di luar Pulau Jawa, meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta membuka akses daerah terpencil dari keisolasian dan menekan biaya yang dinilai tinggi akibat minimnya infrastruktur. Oleh karenanya, kami berharap agar apa yang sudah direncanakan oleh satuan kerja kami bisa dilaksanakan dengan baik ke depannya,” harap Teguh.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Satker P2JN Pabar terdiri dari dua PPK, yaitu PPK Pengawasan Bina Aleida Saroy, ST, dan PPK Perencanaan Raden Purwono Cahyadhi, ST, MT. (RA)
Baca juga:
Trans-Papua Barat Picu Pertumbuhan Kawasan Ekonomi
Konektivitas Trans-Papua di Papua Barat Tuntas 2024