Ketika ada masalah hukum ataupun ada aduan masyarakat yang melibatkan BPJN Sumatera Utara, yang maju di garis paling depan adalah Kartini Pasaribu. Seperti judul film yang heboh itu, Ngeri-ngeri Sedap, begitulah Kartini br Pasaribu (42) menggambarkan pengalamannya.
Ada saja kejadian di luar ekspektasi dialami Kartini Pasaribu, Subkoordinator dan Komunikasi Publik BBPJN Sumut, saat menangani perkara hukum. Suatu ketika, saat menangani perkara pembebasan tanah Jalan Tol Medan-Kualanamu, waktu itu perempuan kelahiran Damparan, Kecamatan Sapirok Doloh Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan, pada 5 Juni 1980, ini sedang hamil. Lalu di suatu kesempatan, orang yang beperkara, yang menjadi oposan, melabraknya dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak enak didengar. Ia disumpahi.
“Ketika berpapasan dengan orang itu, saya langsung disumpahi. ‘Saya doakan kamu kesusahan dalam melahirkan!’. Orang itu marah sekali. Saya pun kaget banget. Bah, ngeri sumpahnya. Namun, ya, sudah hal itu dianggap angin lalu saja,” kata ibu dari dua putra, Daniel Claudio Septian Siregar (anggota Polri) dan Glendri Frans Imanuel Siregar (TK Hang Tuah Sabang) ini.
Kejadian itu terus dikenang oleh Kartini Pasaribu. Bagi dia, sukses bekerja di Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumatera Utara dan khususnya dalam menangani berbagai masalah hukum, diraih karena dirinya memiliki prinsip, yakni tahu tujuan hidup. Ketika tujuan hidup sudah jelas, otomatis seseorang itu mengerti untuk apa dia diberi tanggung jawab. Dengan begitu, apa pun perkara bisa ia kerjakan dengan baik hingga tuntas. Penyuka makanan pecel ini pun terus memperlengkapi diri dengan pengetahuan terkait pekerjaannya.
Prinsip dalam bekerja yang diterapkan penyuka olahraga ini tidak datang begitu saja dalam diri Kartini. Ada pengaruh didikan orangtuanya yang menempanya sejak masih kecil. Terlebih sebagai gadis Batak, orangtuanya mendidiknya dengan nilai-nilai untuk selalu bisa hidup mandiri, seperti sering digambarkan dalam dalihan natolu.
“Selain harus mandiri, Bapak dan Mama selalu mengingatkan agar hormat pada yang lebih tua, serta saling mendukung dalam hal yang positif. Ini sering diumpamakan seperti dalihan natolu, yaitu somba marhulahula (sikap sembah/hormat kepada keluarga pihak istri), elek marboru (sikap membujuk/mengayomi wanita), manat mardongan tubu (sikap berhati-hati kepada teman semarga),” kata istri dari Herman Parlindungan Siregar, seorang wiraswasta itu.
Awalnya, Kartini―yang merupakan alumni dari SD Negeri Damparan, SMP Negeri Simangambat, dan SMEA Medan Area itu―tidak pernah bermimpi bisa bekerja di PUPR.
Cita-citanya semula sebenarnya ingin menjadi perawat. Cita-cita itu pun kandas karena kondisi ekonomi. “Saya pengin bisa membantu orang-orang di kampung, tetapi karena terkendala di biaya, enggak jadi sekolah perawat,” ujar lulusan dari Fakultas Hukum Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) pada 2011 itu.
Kartini merasa sangat tergerak untuk mengangkat kampungnya yang masih tergolong daerah miskin. Jika mengingat kampungnya dan masa kecilnya, yang terbayang di pikiran Kartini adalah ketika pulang sekolah Minggu, ia disuruh oleh orangtuanya jualan di Air Terjun Sampuran Damparan. Air terjun itu berada di area kebun milik keluarganya dan selalu ramai pengunjung.
”Saya jualan makanan ringan, seperti Pop Mi, teh manis, minuman botol dan kaleng, keripik ubi buatan mamaku, mi kuah/goreng, dan lain-lain,” kata Kartini.
Semangat bekerja keras sejak kecil terbawa-bawa hingga ke tempat kerja sekarang ini. Anak keenam dari tujuh bersaudara dari ayah Elias Jonni Pasaribu dan ibu Rosmini Simamora ini bisa bekerja di PUPR bermula saat seorang kerabatnya memintanya menjadi tenaga honor pada 2002. Ia menjadi honorer hingga 2009. Kemudian diangkat jadi PNS pada 2010 dan ditempatkan di Dinas Bina Marga (pegawai daerah) pada 2012.
Kartini lalu mengajukan pindah ke BBPJN II Medan menjadi pegawai pusat tahun 2013. Selanjutnya, ia ditempatkan di SKPD Aceh. Pada 2014, Ia pindah ke Medan dan ditempatkan menangani aset Barang Milik Negara (BMN). Kemudian, mulai 2017 hingga sekarang, ia dipercaya pada jabatan yang diembannya kini.
Jangan Menunda Pekerjaan
Dalam bekerja, penyuka olahraga bola voli ini tidak suka melihat cara-cara yang antara bicara dan kenyataannya tidak sesuai. “Paling enggak suka ada orang yang selalu bilang iya, tetapi tidak dikerjakan. Ini namanya memberi harapan palsu. Apa susahnya bilang tidak kalau sebenarnya tidak mau dikerjakan,” kata Kartini.
Diakui Kartini, bekerja sebagai ASN di BPJN Sumut memiliki tantangan tersendiri apalagi harus cermat membagi waktu antara mengurus rumah tangga dan menjalankan karier. Untuk itu, Kartini pun bersiasat sehingga tugas dalam keluarga dan pekerjaan tetap bisa dijalani dengan baik. Salah satu kuncinya, ia perlu menetapkan skala prioritas dalam bekerja. Kebiasaan menunda pekerjaan tidak ada dalam kamus Kartini.
Selain itu, Kartini juga memanfaatkan betul jatah cuti semaksimal mungkin untuk dipakai bersama keluarga. “Termasuk saya harus bisa menetapkan batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu pribadi,” katanya.
Kehidupan selalu berwarna, tetapi, pesan Kartini, apa pun kondisinya, marilah selalu bersyukur. (HRZ)