Dalam menjalankan tugas di sebuah organisasi, siapa pun membutuhkan keterbukaan dan komunikasi serta penegakan aturan di antara semua pemangku kepentingan. Hal itu yang dipraktikkan oleh Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat Ir Herlan Hutagaol, M.Eng.
Dipercaya jadi kepala BPJN Kalimantan Barat (sekarang sudah tidak menjabat), bagi Herlan adalah sebuah amanah yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Semua ilmu yang diterima sejak di bangku kuliah di jurusan Teknik Sipil di Universitas Tanjungpura dan kuliah S-2 di Jerman, serta pendidikan khusus di Jepang, dipraktikkan sesuai dengan koridor dan aturan-aturan.
Berbagai kesuksesan dalam karier yang diraih oleh anak kedua dari empat bersaudara ini tidak datang begitu saja. Ayahnya, James Hutagaol―seorang tentara terakhir dengan pangkat Letnan Kolonel―menggemblengnya dengan disiplin dan juga nilai-nilai agama sejak kanak-kanak.
Ayahnya mewajibkan Herlan dan abangnya, ketika masih kecil, untuk membaca beberapa ayat dalam kitab suci. Sorenya, setelah ayahnya pulang dinas, Herlan dan abangnya dipanggil dan diminta menjelaskan bacaannya. Jika tidak bisa menjawab, ia diminta untuk membaca lagi. Kalau bisa menjawab, sorenya akan diganjar makan enak, makan kwetiau. Begitu Herlan mengenang ketatnya disiplin yang diterapkan oleh bapaknya.
”Bapak saya sangat disiplin. Saya dan abang saya jadinya hobi baca. Bapak punya obsesi seperti Jhon F. Kennedy, Presiden AS, anaknya bisa maju gara-gara membaca,” ujar Herlan.
Didikan orangtua ini membuat Herlan menyukai buku hingga sekarang, terutama buku-buku filsafat agama, sejarah, dan budaya. Komik Kho Ping Hoo hampir semua sudah dilahap. Bahkan, di rumahnya kini tersedia sebuah perpustakaan mini. Dengan membaca banyak hal, Herlan mampu berpikir lebih luas dan matang.
Bukan hanya dalam hal membaca, Herlan juga sudah piawai dalam bermain catur sejak kecil. Kemudian, peristiwa masa kecilnya saat bermain di parit dan tenggelam membuat ayahnya melatih Herlan berenang. ”Setelah peristiwa itu, saya belajar berenang dan saya kini bisa berenang di laut atau di danau sejauh 800-1.000 meter,” kata Herlan.
Sebagai anak tentara, Herlan yang lahir di Palembang, 25 November 1964, sudah terbiasa pindah-pindah. Usia lima bulan, ia diboyong ke Pontianak. Karena itu dirinya melewati masa kecil dan masa sekolah di kota berjulukan ”Kota Seribu Parit” itu.
”Saya malah waktu kecil tidak pernah ke kampung ayah saya di Balige, Sumatera Utara. Baru ketika ditugaskan di Sumut saya punya kesempatan bisa mengunjungi kampung halaman Bapak saya,” ujar ayah dari dua anak, Delfando dan Diva.
Ayah dari Delfando dan Diva
Sebenarnya, sedari kecil keinginan untuk mengikuti jejak bapak dan abangnya masuk tentara sangat kuat. Namun, keinginan itu terhalang restu dan izin dari ibunya, boru Hasibuan “Saya mau kamu jadi insinyur,” begitu pesan ibunya. Bahkan, Herlan tidak diizinkan sama sekali untuk sekadar coba-coba melamar di tentara setelah tamat SMA.
Hal yang sama juga terjadi saat Herlan menekuni sebagai atlet karate. Ibunya pun tidak setuju jika Herlan jadi atlet. Akhirnya, kegiatan karate pun Herlan tinggalkan saat prestasinya lagi di puncak. Kini Herlan berkecimpung dalam dunia karate dengan melatih anak-anak muda.
Abang dari Herlan, Mangiring Hutagaol, mengikuti jejak sang ayah berkarier di militer dan pensiun dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal. Dua adik perempuannya berjarak 12 tahun dengan dirinya.
Karateka Penyandang DAN IV yang masih eksis sebagai anggota MSH perguruan INKAI dan sekarang aktif sebagai Ketua Umum INKAI Kota Pontianak dan ketua FORKI Kalbar ini melewati pendidikan formalnya di SD dan SMP swasta dan SMA di negeri, akhirnya kuliah di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat. Ia mengikuti permintaan ibunya dan ambil jurusan Teknik Sipil. Setelah tamat kuliah, ia melamar menjadi pegawai di PUPR. Ia memilih PUPR karena kebetulan ketika menyusun skripsi, ia ambil topik tentang jalan.
“Saya sipil umum di sini, ambil tentang transportasi, di salah satu daerah dekat perbatasan juga. Begitu saya selesai, saya kepengennya di PUPR. Sarjana muda saya ambil Struktur. Saya mengambil Struktur Bangunan. Lalu saya ingin tantangan. Saya mengambil spesifiknya jalan jadi biar balance gitu,” ujarnya saat diwawancarai oleh Majalah Balai Kalbar, akhir November 2022.
Herlan menuturkan, ia sudah bekerja di PUPR mulai tahun 1993. Kala itu, ia sebenarnya dari umum dan dititipkan di kanwil PU terlebih dulu. Saat itu, meskipun sudah ujian PNS dan lulus, tetapi tidak langsung diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Waktu itu, sambil menunggu SK, ia diminta menjadi tenaga honorer.
”Saya termasuk orang yang kurang beruntung. Sebab, tidak langsung diangkat. Kemudian saya disuruh, sambil menunggu SK PNS, masuk menjadi honorer. Artinya, kalau biasanya, seseorang dari honorer dulu, baru ujian. Saya terbalik, sudah ujian PNS, baru disuruh jadi honorer. Itu tahun 1996. Tiga tahun kemudian saya baru diangkat,” ujar penyuka olahraga karate dan renang ini.
Pada saat baru diangkat, Herlan ditempatkan sebagai staf teknik langsung di proyek peningkatan jalan di Kabupaten Ketapang. Ia juga pernah menjadi pengawas, menjadi surveyor, dan menjadi pengontrol kualitas (quality control). Bisa dibilang, Herlan sudah terbiasa bekerja di lapangan. Segudang pengalaman inilah yang memantapkan dirinya menjalankan tugas memimpin BPJN Kalimantan Barat sejak bulan Juni 2020 hingga sekarang.
Sebagai pemimpin di BPJN, Herlan menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan. Semua staf diberi keleluasaan untuk berkomunikasi dengan dirinya secara terbuka. Pintu ruangannya tidak pernah ditutup. Ia juga memberlakukan prinsip kerja sama. Apa pun kegiatan selalu dilakukan dengan bersama-sama. Perbedaan pendapat juga sebuah keniscayaan yang dia hormati.
“Saya juga harus bisa menjadi contoh. Saya tidak bisa hanya memerintahkan, tapi tidak melakukannya. Kalau saya bilang, staf jangan terlambat. Ya, saya seharusnya juga tidak terlambat masuk kantor. Itu hal kecil, tetapi sangat penting,” kata Herlan.
Tantangan
Selama meniti karier di PUPR, Herlan mengakui bahwa banyak tantangan yang dialami. Ia, misalnya, ingat betul bagaimana ia begitu gugup saat dipindahkan menjadi Kepala Tata Usaha di BBPJN Sumatera Utara. Lingkup pekerjaan barunya meliputi administrasi, kepegawaian, hukum, dan keuangan, sangat berbeda dengan lingkup keahlian yang dimilikinya. Namun, Herlan sadar bahwa hidup ini membutuhkan tantangan.
”Saya merasa agak lain karena ketatausahaan adalah bidang baru yang saya tahu, membawahi administrasi keuangan, kepegawaian, dan hukum, sedangkan selama ini kita berkutat sama spesifikasi teknik, ini yang lain dan inilah tantangan buat saya di luar teknis saya, saya belajar dan juga memang perlu kayaknya tantangan juga perlu dikasih kerja di tempat yang baru,” ujarnya.
Akhirnya ia menemukan sesuatu yang baru. ”Setelah beberapa bulan, saya senang berada di Medan sebab sebenarnya oppungnya dulu memang dari Medan. Setelah satu tahun 4 bulan bekerja di Sumatera Utara, Herlan dapat melihat bagaimana desa-desa tempat oppung-nya dulu tinggal. ”Saya tahu ini juga sudah rencana Tuhan,” kata Herlan.
Ketika awal-awal diangkat menjadi Kabalai BPJN Kalimantan Barat, Herlan diperhadapkan pada kondisi kekurangan sumber daya manusia. Contohnya, di satu proyek, di PPK seharusnya ada PPK, ada PO-nya, ada quality-nya, ada surveryor-nya, ada pengawasnya. Minimal lima. Namun, ketika ia minta, tidak ada data itu, tidak ada orang yang sebanyak itu di Kalimantan Barat.
”Kalau ada yang pensiun, tentu kami kesulitan untuk mengganti staf yang ditinggalkan sedangkan dalam komposisi itu tidak ideal. Tapi apa boleh buat, karena kita harus jalan, akhirnya que sera-sera, apa yang terjadi, tetap kita kompetensikan potensi yang ada,” kata penyuka makanan sea food mengenang awal-awal menjadi Kabalai Kalbar.
Menurut Herlan, dalam meniti karier di PUPR ia dituntut harus mempunyai kemampuan teknis. Hal ini bisa ditingkatkan dengan kursus, membaca dengan sekolah dan sebagainya.
Selain itu, kata Herlan, komunikasi sangat diperlukan dalam berkarier di PUPR. ”Kita harus menjelaskan program kepada pemangku kepentingan. Setelah kita membangun program, misalnya perbaikan jalan, pembangunan jalan baru, atau jembatan, kita harus mampu mengomunikasikan, bukan hanya kepada sesama di PU. Ada masyarakat yang perlu dijelaskan, pemda setempat, sehingga tidak menjadi kendala kita dalam pembangunan infrastruktur di PUPR,” kata Herlan.
Dalam mengambil keputusan, Herlan selalu berpedoman pada aturan-aturan tertulis, berkoordinasi dengan pejabat eselon empat untuk meminta masukkan. Kemudian, dia membiasakan diri untuk selalu membuat analisis SWOT sehingga pada setiap permasalahan dia bisa mengambil keputusan secara tepat.
”Yang paling sulit, dalam memutuskan, sepanjang karier saya, waktu saya menjadi satker terakhir itu. Saat kita memutuskan pasal konsekuensi terhadap penyedia jasa (PJ) karena keterlambatan, ataupun karena ketidakmampuan mereka bekerja sesuai dengan kontrak. Dan kita tahu ini akan berujung pada pemutusan kontrak.”
Herlan Hutagaol
Kalau putus kontrak maka akan berdampak pada, pertama, pada BPJN di mana program pekerjaan pasti akan terlambat. Padahal, pekerjaan di BPJN harus berkesinambungan. Kedua, ada pihak-pihak yang kehilangan nafkah, para pekerja di PJ itu. Ketiga, masyarakat pengguna jalan yang tidak selesai itu akan mengalami kerugian.
“Jadi, sedapat mungkin, putus kontrak harus dihindari,” ujarnya.
Dukungan Keluarga
Di balik kesuksesan Herlan, ada perempuan hebat, yaktu istrinya, Kristina Simbolon, yang menopang dan menolongnya. Perempuan yang ia nikahi pada 1997 itu adalah seorang perawat. RS Medistra Jakarta, tempat calon istrinya bekerja kala itu, menjadi saksi bisu cinta mereka bersemi. Dari hasil pernikahan ini, Herlan dikaruniai dua anak, laki-laki sekarang kuliah di Teknik Mesin UI sudah masuk semester 6, dan perempuan sekarang kelas 2 SMA.
Kunci keharmonisan yang selalu dipegang oleh Herlan dan istrinya adalah saling percaya, ada kasih, dan menerima pasangan apa adanya pasangan. Menurut dia, perkawinan itu penyesuaian dua hal yang berbeda. Jadi, yang laki dan perempuan, pabriknya beda, orangtuanya juga beda, sehingga harus saling melengkapi dan saling mengerti.
Herlan menyadari betul bahwa doa istri dan anak-anaknya selalu menjadi darah penyemangat baginya untuk menjalankan tugas sebagai kepala balai.
Bicara target yang harus dicapai dalam kerja, Herlan mengungkapkan, ia menjalankan tugas sesuai amanah berdasarkan peraturan dan harus menjalankan program-program pembangunan jalan dan jembatan khususnya di Kalimantan Barat yang tujuannya adalah secara jangka panjang berdampak terhadap Provinsi Kalbar yang akan maju perekonomiannya. Kemudian jangka menengah adalah pengguna transportasi dapat aman dan nyaman melewati jalan dan jembatan. Adapun jangka pendeknya harus membuat program di mana DIPA tahunan dapat terserap.
Herlan juga selalu melakukan evaluasi. “Saya harus mengukur pekerjaan kami, apakah benar-benar terjadi atau tidak dan tentu kami harus pastikan komplain masyarakat minimal. Sebagai manusia, pasti saja ada masyarakat yang komplain. Namun, kami memiliki standar komplain minimal. Semua pekerjaan harus tepat waktu dan tepat biaya,” ujar Herlan.
Bekerja di PUPR bagi Herlan adalah sebuah kebanggaan sekaligus pengabdian karena selesai, maka hasil kerjanya bermanfaat bagi masyarakat. ”Ini yang sangat saya senangi selama di PUPR. Sebentar lagi saya pensiun, tapi saya mendapatkan senyumnya orang, walaupun sebenarnya jalan jelek, tetapi tiba-tiba sekarang sukacita orang tersebut baik dalam bidang ekonomi, maupun dalam menghemat waktunya dalam perjalanan ke kota-kota,” kata Herlan.
Harapan
Pada sisa masa kerja menjelang pensiun, Herlan menguar sejumlah harapan. Ia berharap, Kementerian PUPR semakin berkarya dalam membangun RI dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. PUPR agar selalu hadir di mana masyarakat RI yang tertinggal, PUPR ada di sana. PUPR jangan pernah meninggalkan masyarakat. Saat ditanya kegiatannya setelah pensiun.
”Saya mau berkecimpung di lingkungan karate lagi, menjadi teman berlatih buat adik-adik yang menyukai olahraga karate.”
Herlan Hutagaol
Kepada para anggota staf, ia juga berharap agar maju terus di dalam meniti karier, harus disiplin kerja dan mengikuti aturan. Artinya, manusia kalau mau maju, kata Herlan, tentu harus meng-upgrade dirinya sendiri; tidak harus disuruh-suruh, tetapi harus mengerti potensinya untuk apa dirinya bekerja sehingga ada tanggung jawab.
“Yang paling penting, sebenarnya, tanggung jawabnya kepada keluarga. Setiap yang kerja harus memberikan contoh yang baik kepada keluarganya,” kata Herlan.
Kepada semua pembaca majalah Balai Kalbar, Herlan juga berpesan, agar setiap pembaca dapat menceritakan kepada masyarakat tentang pelaksanaan semua program PUPR sehingga ekonomi Provinsi Kalbar akan maju. Keseimbangan dalam bekerja, menurut Herlan, harus dilaksanakan. ”Manusia itu ibarat mesin, ada waktunya bekerja, ada waktunya istirahat. Karena itu, kita membutuhkan kesenangan dengan melaksanakan hobi kita. Dengan begitu dalam bekerja kita akan konsentrasi sesuai tanggung jawab kita,” pungkasnya. (dw/a)