BPJT “transformasi, inovasi dan modernisasi”. Demikian disampaikan oleh Sekretaris Badan Pengatur Jalan Tol Triono Junoasmono, PhD, dalam wawancara dengan Lintas awal Juni lalu di Kantor BPJT Jakarta.
Awal, tugas pokok, dan fungsi BPJT
Sekretaris BPJT mengawali wawancara dengan menjelaskan bahwa BPJT adalah badan di Kementerian PUPR yang berwenang untuk melaksanakan sebagian dari wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol khususnya meliputi mulai dari pengaturan, pengusahaan, dan pengawasan badan usaha jalan tol sehingga ujungnya nanti diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Selanjutnya ditambahkan Ses BPJT, sebelum dibentuk BPJT, jalan tol merupakan salah satu tupoksi dari Ditjen Bina Marga, dan semakin lama semakin besar dan luas cangkupannya sehingga perlu dibuat suatu Badan sendiri. BPJT didirikan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 43/ PRT/M/2015 tentang Badan Pengatur Jalan Tol.
Tugas dan fungsinya cukup banyak, yaitu merekomendasikan tarif awal dan penyesuaian tarif tol kepada menteri, melakukan pengambilalihan hak pengusahaan jalan tol yang telah selesai masa konsesinya, merekomendasikan pengoperasian selanjutnya kepada menteri, melakukan pengambilalihan hak sementara pengusahaan jalan tol yang gagal dalam pelaksanaan konsesi, untuk kemudian dilelangkan kembali pengusahaannya, dan melakukan persiapan pengusahaan jalan tol yang meliputi analisa kelayakan finansial, studi kelayakan, serta penyiapan amdal.
Melakukan pengadaan investasi jalan tol melalui pelelangan secara transparan dan terbuka, membantu proses pelaksanaan pembebasan tanah dalam hal kepastian tersedianya dana yang berasal dari badan usaha dan membuat mekanisme penggunaannya, memonitor pelaksanaan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan tol yang dilakukan badan usaha, dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha atas pelaksanaan seluruh kewajiban perjanjian pengusahaan jalan tol dan melaporkannya secara periodik kepada menteri.
Secara singkat Ses BPJT yang akrab disapa Yongki menyampaikan: “Jadi BPJT lebih spesifik kepada pengusahaan jalan tol sehingga pengembangan jaringan jalan tol di Indonesia dapat terlaksana untuk mencapai target yang ditentukan.”
Sejarah jalan tol di Indonesia dan capaian pembangunan jalan tol
Berbicara sejarah jalan tol di Indonesia dan capaian pembangunan jalan tol, Ses BPJT menjelaskan bahwa Indonesia adalah salah satu pelopor yang membangun dan memiliki jalan tol di Asia Tenggara. Jalan tol di Indonesia pertama kali adalah Jalan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) yang dibangun pada tahun 1973 dan diresmikan tahun 1978 sepanjang 50 km. Sampai dengan tahun 2015, panjang jalan tol yang beroperasi di Indonesia sebanyak 38 ruas dengan panjang 927 km.
Pada era pemerintahan Presiden Jokowi lanjut Yongki, Kabinet Indonesia Maju Jilid I (2015-2020) pembangunan jalan tol di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Pemerintah telah meresmikan total 2.346 km jalan tol baru dengan total biaya investasi lebih dari Rp 200 triliun. Jumlah jalan tol yang terbangun ini melebihi dua kali jumlah panjang jalan tol yang telah terbangun sebelumnya.
“Dalam waktu 5 tahun kita telah melakukan pembangunan jalan tol yang begitu besar lebih dari 1.000 km kita bangun, dan tidak hanya di Pulau Jawa tetapi juga di luar Pulau Jawa,” kata Yongki.
Target Kementerian PUPR berdasarkan renstra tahun 2015-2019 sepanjang 1.000 km dan realisasinya terbangun 1.298 km. Pada renstra Kementerian PUPR Tahun 2020-2024, untuk pembangunan jalan tol yaitu sepanjang 2.534 km sebanyak 27 ruas jalan tol. “Kami cukup optimis bisa melakukan pembangunan melebihi dari renstra Kementerian PUPR yang telah ditetapkan, termasuk Trans Sumatera yang lagi kita kejar progresnya, jadi lompatannya cukup agresif yang tadinya hanya 50 km jalan tol di Indonesia selanjutnya hampir 1.000 km, kemudian naik ke 2300 km, dan akhirnya bisa sampai ke 4.000 km lebih total keseluruhan tol yang terbangun nantinya,” ucap Yongki.
“Jadi kalau kita lihat sampai Mei 2021 jalan tol beroperasi sepanjang 2.386 km dengan 62 ruas tol dan 53 Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), yang di mana sepanjang 246 km di antaranya mulai beroperasi pada tahun 2020 lalu,” lanjut Yongki.
“Melihat progres ini dan kondisi di lapangan kami cukup optimistis, dengan apa yang sudah kami lakukan ini mudah-mudahan bisa mencapai target yang telah ditentukan dan apa yang kami programkan berjalan dengan baik,” demikan secara singkat Ses BPJT menyampaikan.
Tantangan pembangunan dan pengoperasian jalan tol
Berbicara mengenai tantangan dalam pembangunan jalan tol, Yongki mengungkapkan bahwa pengadaan lahan adalah tantangan dan permasalahan yang masih sering dihadapi dalam pembangunan jalan tol. Pemerintah melakukan berbagai macam upaya strategi agar pengadaan lahan cepat selesai dalam pengembangan jalan tol mulai dari peraturan-peraturan, pembiayaan dan lain sebagainya.
Selain itu, menurut Yongki, Over Dimension Over Load (ODOL) menjadi tantangan bukan hanya jalan non-tol tapi juga jalan tol yang operasional, BPJT bersama steakholder lainnya bekerja sama mewujudkan program Zero ODOL 2023. “Jadi kami melaksanakan komitmen bersama untuk mengatasi hal ini, karena kalau tanpa komitmen bersama akan sulit ke depannya, di mana jalan semakin panjang, traffic dan pengguna jalan semakin banyak.
Sehingga kami perlu bersama sama membuat nota kesepemahaman untuk berkomitmen bersama sehingga mudah-mudahan pada tahun 2023 bisa zero ODOL.” Dalam artian tidak ada kendaraan yang over dimension dan tidak ada kendaraan overload yang menggunakan jalan. Saat ini kami sedang melaksanakan uji coba dengan menggunakan alat weigh in motion (WIM) di beberapa ruas jalan tol yaitu di jalan tol Jakarta- Merak dan di jalan tol Lampung Selatan.
Pada saat masuk ke gate pembayaran tol akan ada layar yang menunjukan berat kendaraan saat melintas, apabila angka pada layar berwarna merah artinya kendaraan tersebut overload dan apabila tidak overload maka akan berwarna hijau. Namun, saat ini masih bersifat warning untuk pengendara, tapi ke depannya begitu kendaraan overload akan langsung diarahkan untuk keluar ke pintu tol terdekat dan apabila pengendara masih ngeyel tentunya akan ada denda atau sanksi lainnya,” ungkap Yongki.
Tempat istirahat dan pelayanan (TIP) atau rest area
Pemanfaatan jalan tol juga untuk mendekatkan wilayah produksi pasar, saat ini para petani, pengrajin, atau pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan mudahnya mengirimkan barang- barang karena transportasi dan infrastrukturnya sudah tersedia. Sesuai arahan presiden yaitu TIP harus banyak menangkap usaha kecil masyarakat sekitar daerah sekitar agar mengembangkan ekonomi daerah sehingga rest area wajib menggunakan lahannya minimal 30% untuk UMKM sehingga kami berharap orang-orang yang tadinya berjualan disekitar Jalan Pantura bisa pindah berjualan ke rest area dan ini merupakan salah satu upaya kita bahwa jalan tol itu bukan mematikan UMKM tetapi jalan tol juga untuk memajukan UMKM wilayah setempat.
Ke depannya, rest area akan menjadi transit hub (berupa transit orang atau barang) yang terintegrasi dengan moda transportasi lainnya.
“Misalnya kita mau ke Cirebon, kita tidak perlu keluar tol, jadi cukup ke rest area nanti akan bersebelahan dengan terminal bis atau stasiun kereta sehingga nanti cukup turun di situ, lalu berjalan menuju bis atau stasiun yang akan menuju ke dalam kota Cirebon. Saat ini draf peraturan menterinya sedang difinalkan, mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa selesai,” ungkap Yongki.
Sehingga yang bisa berpindah hanya orang dan barang saja, sementara kendaraanya tetap di rest area, dan konsep seperti ini di luar negeri sudah banyak diterapkan.
Terakhir tantangan land value capture dan bundling project. Ke depan, bundling project ini merupakan sesuatu yang bagus, karena jalan tol dapat terintegrasi dengan perumahan atau pusat bisnis, sehingga masyarakat dapat langsung melakukan aktivitas perbelanjaan dan sebagainya. Selanjutnya Yongki mengilustrasikan, “Jadi misal mau buat hotel atau pertokoan, tokonya itu bisa bersebelahan dengan rest area atau dekat dengan pintu keluar tol, sehingga orang dari kota lain yang sedang berpergian, tujuan awalnya ke kota lain dan hanya lewat saja, tetapi dengan adanya tempat seperti ini yang sudah terintegrasi, mereka akan singgah dan mampir baik untuk beristirahat ataupun hanya berbelanja. Hal ini menjadi salah satu kontribusi untuk pengembangan wilayah yang ada di situ,” pungkas Yongki.
Investasi dan dukungan jalan tol dalam pemulihan ekonomi nasional
Jalan tol merupakan salah satu harapan dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN), di mana jalan tol dapat menunjang aksesibiltas jalur logistik utama dan juga mendukung kawasan ekonomi khusus (KEK). Hal ini menjadi tantangan tersendiri di mana dengan adanya jalan tol dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di daerah yang dilalui jalan tol dan sebagai faktor pendorong meningkatnya pendapatan domestik regional bruto (PDRB) dan memperlancar kegiatan ekspor. “Jadi kami berharap KEK dapat terhubung dengan tol, dan harapannya ada pihak investor yang masuk ke KEK tersebut, karena tanpa didukung oleh akses yang bagus khususnya tol tentunya KEK tidak bisa berkembang”, ungkap Yongki.
Sekarang ini salah satu yang intesif kami kerjakan adalah konektivitas kawasan industri (KI), sesuai dengan arahan Presiden untuk menyambungkan kawasan Industri dengan jalan tol seperti KI di Batang misalnya, dibuatkan akses langsung ke jalan tol Semarang- Batang yang sudah ada sebelumnya.
“Itu yang kami coba aplikasikan dengan membuat akses langsung ke kawasan industri, jadi jalan tol itu bukan hanya sekedar jalan tol saja tapi untuk konetivitas kepada kawasan-kawasan ekonomi khusus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dan hal ini mendapat respons yang sangat positif dari investor atau pelaku bisnis,” ungkap Yongki.
Dan juga tantangan lain ke depannya, bukan hanya membangun tol saja untuk memenuhi kebutuhan jaringan jalan, tetapi juga harus ada strategi khusus agar IRR jalan tol ini menjadi lebih menarik, dan traffic-nya yang tinggi sehingga dapat menarik investor untuk berinvestasi pada jalan tol. Dengan terkoneksinya jalan tol kepada kawasan industri, kawasan pariwisata dan kawasan ekonomi khusus lainnya akan sama-sama menguntungkan kedua belah pihak, dari segi konektivitas karena ditunjang oleh jalan tol dan juga jalan tol traffic-nya tinggi.
Jalan tol hampir sebagian besar menggunakan dana dari investor atau private sector/KPBU. “Kalau kita lihat dari data yang ada, kebutuhan infrastruktur tahun 2020-2024 kebutuhannya sekitar Rp 2.000 triliun, dana yang tersedia dari APBN hanya 623 triliun atau sekitar 30%. Jadi ada funding gap atau gap dari pembiyaan itu Rp 1.435 triliun atau 70%. Tidak akan cukup apabila hanya mengandalkan dari APBN saja, karena semakin ke depan bukannya semakin kecil tapi semakin besar gap nya, jadi mau tidak mau yg 70% tadi harus kita upayakan menggunakan konsep investasi atau KPBU.”
Tugas BPJT yaitu menjadi mediator dan fasilitator yang baik antara pemerintah dan Badan Usaha Jalan Tol (Investor) agar dapat memenuhi gap sekitar 70% tadi sehingga bisa berjalan dan terealisasi dengan baik. Karena investasi secara bisnis harus menarik dan apabila tidak menarik harus dibuat menjadi menarik dengan berbagai macam cara dan strategi pengusahaan jalan tol. “Ini yang dilakukan oleh negara maju jadi mudah-mudahan kita bisa mengikuti hal yang sama, jadi bagaimana kita meng-create project-project menjadi lebih menarik.” Dan pada tahun 2021 ini kami telah dan akan melelang untuk 13 ruas jalan tol, ini bukti keseriusan untuk mecapai target membangun jalan tol sepanjang 2.500 km bisa tercapai.
Juga pemerintah juga turut mendukung pembangunan jalan tol dengan APBN. Ada 8 ruas jalan tol yang sebagian seksinya dibangun menggunakan APBN sebagai bentuk dukungan pemerintah.
Pemerintah juga mengajak badan usaha untuk bekerja sama dalam pembangunan jalan tol melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Dengan adanya KPBU bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan, menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur yang berkualitas, dan memberikan kepastian pengembalian investasi badan usaha.
Tahapan skema KPBU pembangunan jalan tol dibagi menjadi dua berdasarkan penilaian, yaitu melalui aspek penilaian kelayakan finansial dan ekonomi. Untuk ruas pembangunan jalan tol yang tidak layak secara finansial tapi layak secara ekonomi, maka pemerintah dapat memberi dukungan atau memberikan penugasan, seperti di jalan tol Trans Sumatera di mana PT HK diberikan penugasan untuk melakukan pengusahaan jalan tol Trans Sumatera berdasarkan Perpres 100/2014 dan 117/2015.
“Penugasan juga memiliki berbagai macam tantangan, jadi tidak hanya sekedar penugasan lalu dilaksanakan, ada juga tantangan misalnya dari segi pendanaan atau menggunakan pinjaman dari luar negeri, jadi nanti ada kombinasi antar penugasan, murni investasi, sebagian menggunakan loan.”
Terus juga pemerintah juga turut mendukung pembangunan jalan tol dengan APBN. Ada 8 (delapan) ruas jalan tol yang sebagian seksinya dibangun menggunakan APBN sebagai bentuk dukungan pemerintah.
Mudah-mudahanan ini bisa menunjukkan bahwa ternyata pemerintah itu serius untuk membuat proyek ini menjadi lebih menarik dan saya yakin proyek-proyek tol akan menjadi jauh lebih menarik.
Elektronifikasi jalan tol multilane free flow (MLFF) pembayaran tol tanpa henti secara multi lajur
Multilane Free Flow (MLFF) adalah transaksi pembayaran tol dengan teknologi nirsentuh sehingga proses pembayaran tol tanpa berhenti, itu berarti pengguna jalan tol tidak harus menghentikan kendaraannya di gerbang tol.
Sistem ini memungkinkan pengendara tak berhenti di gardu tol untuk bertransaksi dan tidak menimbulkan penumpukan kendaraan pada gerbang tol yang mengakibatkan kemacetan. Nantinya, pada jalan tol akan dipasang alat pendeteksi kendaraan, sehingga saat kendaran melewatinya akan dilakukan pemotongan saldo secara otomatis sebesar biaya tol. “Teknologi multi lane free flow ini sudah diterapkan di negara maju dan kami coba menerapkannya di Indonesia.”
Selanjutnya Yongki menjelaskan, “Kami juga terus banyak berinovasi, saat ini jalan tol menjadi kebutuhan masyarakat dan banyak yang menginginkan waktu tempuh lebih cepat, dulu orang senang saat masuk tol bayar cash diubah jadi non-cash karena lebih cepat dan sekarang menuntut lebih cepat lagi karena pakai kartu walaupun sudah lebih cepat namun masih ada sedikit antrian. Ke depan ini kita akan mencoba yang lebih maju lagi yang kita sebut dengan multi lane free flow (MLFF) dengan harapan menjadi solusi dalam mengatasi antrean di gerbang tol dan kerugian waktu bagi para pengguna jalan tol”. Saat ini desain dan sistemnya sedang disiapkan dan diharapkan selesai pada di akhir 2021 dan akan dicoba untuk diimplementasikan di tahun 2022 secara parsial dan 2023 secara penuh.
“Jadi nanti semua ruas tol tidak menggunakan gardu tol lagi, persis seperti di luar negeri, saat melewati jalan tol nanti akan otomatis memotong saldo pada e-wallet pengendara sehingga hal ini mengurangi antrian yang ada pada gerbang tol sebelum adanya MLFF, dan itu salah satu inovasi yang akan dilaksanakan BPJT dalam waktu dekat. “Kalau tidak bayar atau saldo kurang dan tidak mencukupi maka akan otomatis kena pinalti, pengendara tetap bisa lewat tapi nanti ada tagihan yang dikirimkan kira-kira seperti itu”, jelas Yongki.
Selaian itu Ada lagi inovasi menarik lainnya, ”Salah satunya ke depan, kita akan menggunakan single call center, jadi kalau ada emergency mobil mogok suka bingung nelpon ke mana karena ruas jalan tol ini PT A ruas ini PT B, ke depan kita akan buat single call center kalau di Amerika seperti 911”. Kita akan melaksanakan hal yang seperti itu di seluruh ruas, jadi single number untuk seluruh ruas sehingga pengendara tidak lagi bingung apabila kendaraan mogok atau terjadi keadaan darurat dapat langsung menghubungi nomor tersebut nantinya.
Meningkatkan kualitas jalan tol
Jalan tol secara kuantitas semakin panjang dan agresif pembangunannya dengan target yang cukup besar harus dipastikan bahwa kualitas dan safety adalah nomor satu. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan hal tersebut yaitu dengan dengan monitoring SPM (standar pelayanan minimal) yang lebih ketat pada jalan tol yang sudah beroprasi, artinya apabila SPM tidak terpenuhi maka dapat dilakukan penundaan penyesuaian tarif. Selama ini penyesuaian tarif tol sesuai dengan inflasi, dan harapan ke depannya juga harus sejalan dengan mutu. Sehingga pada saat penilaian SPM akan dievaluasi secara ketat dan juga termasuk pada proyek jalan tol yang sedang dibangun (during construction).
“Pada waktu pelaksanaan konstruksi kita awasi secara ketat, pengawasan bukan hanya di BUJT, tetapi juga di BPJT dan Bina Marga. Jadi kami membuat tim bersama dan ada konsultan juga yang sifatnya akan monitoring itu selama palaksanaan. Itu salah satu upaya kita untuk meningkatkan kualitas dari pelayanan minimal.”
Rest area juga menjadi concern BPJT khususnya menteri PUPR, rest area ini akan dievaluasi SPM nya mulai dari ketersediaan dan keberfungsian dari fasilitasnya, jalan akses masuk ke rest area, penerangan dan fasilitas lainnya akan coba evaluasi dengan detail agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. Mungkin trend ke depan rest area lebih berkarakter bukan hanya menyediakan tempat kita istirahat. “Ini yang mau kita rubah paradigmanya, rest area adalah tempat istirahat dan pelayanan yang harus disediakan badan usaha jalan tol dan servis yang baik yang harus mengikuti kebutuhan masyarakat. Jadi bukan sekedar ada tapi harus ada dengan fasilitas yang basic dan premium, ini salah satu tantangan ke depan.”
Selain itu untuk meningkatkan pelayanan dan kualitas jalan tol BPJT sudah membuat suatu system single apps yang bernama, “BPJT Info” dan bisa di download di apps store, aplikasi ini memberikan informasi terkait jalan tol. “Jadi bisa cek tarif tol mau ke mana berapa rupiah, yang kedua bisa cek CCTV kita secara real time jadi bisa tau ada kecelakaan atau macet. Dan informasi lainnya seperti peta jalan tol dan call center, dan kami masih terus kembangkan sehingga mudah-mudahan ke depannya kita bisa memberikan informasi dan juga fasilitas-fasilitas lainnya,” ungkap Yongki.
Penerapan building information modelling (BIM)
Semua perencanaan pembangunan jalan tol saat ini sudah mulai menggunakan sistem yang disebut dengan BIM atau building information modelling sehingga pelaksanaan konstruksinya akan akurat dan dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan. “Itu salah satu terobosan-terobosan BPJT dalam men-support program-program dan rencana kerja. Karena ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang jadi kami melakukan kerja sama dengan universitas dan lembaga lainnya untuk meng-update teknolgi yang nantinya akan diimplementsaikan kepada pekerjaan-pekerjaan kita di jalan tol. Contohnya pekerjaan tol di Semarang kami kerja sama dengan perguruan tinggi.”
Selain itu ada terobosan lainya yang bekerja sama dengan institusi internasional, contohnya International Council on Clean Transportation (ICCT) dari Amerika yang melaksanakan kajian terhadap peningkatan gas emisi oleh kendaraan di jalan tol. “Kajian ini tindak lanjutnya adalah bagaimana ke depannya jalan tol bisa lebih menuju ke green toll road. Seperti di negara eropa yang namanya green toll road mendapat subsidi atau kompensasi dari pemerintah, mudah-mudahan kita bisa punya jalan tol dengan desain green toll road itu mendapatkan kompensasi atau benefit dari situ.”
BPJT terus bertransformasi mengikuti perkembangan teknologi dan masyarakat, dari kebutuhan konvensional menjadi lebih modern, sehingga BPJT atau pemerintah juga harus dapat mengikuti perubahan tersebut.
Sesuai dengan Jargon BPJT yaitu transformasi, inovasi, dan modernisasi. Dan harapan ke depannya jalan tol di Indonesia dapat menjadi smart toll road dengan sistem dan teknologi yang modern seperti di negara maju yang tidak hanya dapat memberikan jarak dan waktu tempuh yang lebih singkat, tapi juga kenyamanan, kepraktisan serta juga memberikan manfaat kepada pengguna jalan, masyarakat sekitar atau pemda.
“Mudah mudahan secara bertahap dan dengan dukungan dari kita semua apa yang menjadi program, inovasi dan cita-cita itu bisa tercapai. Dengan bekerja keras, bekerja cepat, bertindak tepat sesuai dengan pedoman bekerja di PUPR, dan juga smart dalam melayani masyarakat.”
Ses BPJT menambahkan, “Saat ini kami berupaya merangkul generasi muda khususnya kaum milenial untuk magang atau BPJT goes to campus dan melihat seperti apa bisnis jalan tol kita. Bisnis ini sangat menarik sehingga mereka terbuka yang namanya pekerjaan di bidang infrastuktur, bukan hanya bangun jalan tapi lebih dari pada itu, bahkan jalan tol ini merupakan suatu mega bisnis.”
Sebagai contoh Yongki mengatakan, ”Kenapa saya bilang ini bisnis menarik, dengan adanya pandemi ini traffic jalan tol mengalami penurunan bervariasi antara 10-50%, pada awal pandemi traffic turun 50% dan target dalam penyelesaian konstruksi tidak terlalu terpengaruh cuma ada beberapa yang kondisinya sedikit ter-delay tapi tidak sampai berhenti total. Setelah sempat turun 50% tak lama kemudian traffic naik kembali sementara di waktu yang sama bisnis-bisnis lain masih berhenti, artinya demand dari jalan tol ini masih besar, hal ini yang membuktikan kepada investor bahwa jalan tol ini bisnis yang menarik dari segi investasi.”
Tidak terasa waktu bincang-bincang dengan Sekretaris BPJT sudah berakhir, sebagai catatan akhir Lintas di samping berpedoman motto PUPR “Bekerja Keras, Bergerak Cepat, Bertindak Tepat”, tetapi juga perlu smart karena melayani masyarakat. BPJT akan terus melakukan transformasi, inovasi dan modernisasi seiring dengan tuntutan masyarakat.
Semoga rencana yang telah tersusun dan harapan ke depan terwujud. Lintas mengucapkan terima kasih atas kesediaan Ses BPJT Triono Junoasmono, PhD, untuk berbincang-bincang yang tidak hanya informasi dan pencerahan yang didapat namun juga sangat menginspirasi.