Banjir yang terjadi belakangan ini semakin kerap dan luas serta dampak kerugian yang ditimbulkan bertambah besar. Walaupun curah hujan rata-rata tetap setiap tahun. Namun, air hujan yang mengalir masuk ke sungai semakin bertambah sehingga meningkatkan debit aliran air di sungai dan tentu menimbulkan risiko banjir yang semakin besar.
Hal ini karena sebagian besar air hujan yang turun hampir seluruhnya mengalir ke sungai, sedikit sekali yang meresap ke dalam tanah.
Di kawasan perkotaan ruang untuk meresapkan air sudah banyak tertutup oleh pembangunan gedung, jalan, perumahan, kawasan industri dan sebagainya sehingga sedikit sekali ruang terbuka hijau (RTH) yang tersisa.
Luasan area RTH yang memadai diperlukan untuk meresapkan sebanyak-banyaknya air hujan yang turun agar tidak banyak mengalir ke sungai, yang akan membebani alur sungai.

Bila aliran air yang masuk ke sungai melampaui kapasitas sungai, yang terjadi air meluap dan melimpas keluar sungai dan menggenangi kawasan-kawasan di sekitar sungai. Belum lagi sistem drainase di kawasan sekitar sungai tidak bisa membuang air ke sungai karena muka air di sungai tinggi.
Dampak lainnya yang lebih mengkhawatirkan dan telah terjadi beberapa waktu terakhir ini di pantura, yakni jebolnya tanggul sungai akibat meluapnya aliran sungai. Akibatnya, genangan yang terjadi sampai setinggi atap rumah dan mengakibatkan pengungsian ribuan penduduk serta melumpuhkan kegiatan perekonomian.
Pengendalian Tata Ruang
Untuk menjamin keseimbangan ekosistem dalam kota, pengaturan tata ruang diperlukan terutama dalam menyediakan RTH yang memadai dan proporsional.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 29 mengamanatkan RTH dlm kota idealnya 30 persen, terdiri dari ruang publik 20 persen dan ruang private 10 persen.
Semua pemerintah daerah telah memiliki perda tentang Rencana Tata ruang wilayah (RTRW), tetapi perubahan tata guna lahan terus terjadi bahkan di beberapa kota besar seperti Jakarta pada 2022 hanya tersedia RTH 9,98 persen. Surabaya 22 persen, Semarang 15 persen bandung 8,76 persen, Yogyakarta 23,34 persen pada akhir 2023. Solo 14 persen, Medan 16 persen. Makassar 11,47 persen. Palembang 11.7 persen. Beberapa pemerintah kota berupaya meningkatkan luas area RTH-nya dengan cara masing-masing.

Akan tetapi, beberapa kota lainnya seolah tidak berdaya mengendalikan ketersediaan RTH-nya. Bahkan, luasannya semakin berkurang.
Pengendalian tata ruang yang menjadi kewenangan pemerintah daerah tidak cukup efektif dalam meningkatkan pertambahan area RTH. Terbukti dari terus menurunnya luas RTH dan ketentuan koeffisien dasar bangunan (KDB) banyak dilanggar. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila luasan area RTH menurun setiap tahun.
Baca Juga: Banjir di Semarang, Perjalanan Kereta Api di Jalur Pantura Terlambat