Lintas – Gempa yang mengguncang Cianjur pada Senin (21/11/2022) mengakibatkan banyak bangunan rusak. Sebagian bangunan yang rusak karena konstruksi buruk. Sejumlah teknologi sebenarnya bisa diterapkan untuk membuat bangunan lebih tahan gempa.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) per Rabu (23/11/2022), pukul 09.00 WIB, tercatat ada 28.078 rumah rusak akibat gempa di Cianjur. Perinciannya adalah 8.634 bangunan rusak ringan, 3.724 rusak sedang, dan 14.811 rusak berat.
Jumlah ini mungkin bisa lebih kecil bila bangunan didirikan menggunakan teknologi tertentu. Ya, beberapa teknologi di bawah ini bisa membuat bangunan jadi lebih tahan gempa.
1. Pondasi bangunan melayang (levitating foundation)
Konsep ini memberi bantalan karet di atas pondasi. Di dalam bantalan karet itu, terdapat inti timah padat. Ada pula pelat baja yang berfungsi untuk menempelkan bantalan ke bangunan dan pondasinya. Konsep levitating foundation adalah bangunan yang mampu ‘mengapung’ di atas pondasi. Pondasi bangunan memang bergerak saat terjadi gempa. Tapi, tidak dengan struktur bangunan di atasnya. Alhasil, dampak buruk gempa pada bangunan dapat berkurang.
2. Peredam kejut (shock absorbers)
Teknologi peredam kejut diadopsi dari dunia otomotif. Identik saat kendaraan melaju di permukaan tak rata, peredam kejut mampu mengurangi besarnya getaran gempa. Hal ini terjadi karena peredam kejut dapat memutar energi kinetik dari suspensi yang memantul menjadi energi panas. Alhasil, bangunan lebih tahan gempa meski tampak ‘bergoyang’ saat terjadi gempa.
3. Pendulum
Teknologi lain untuk membuat bangunan tahan gempa adalah dengan menggunakan kabel baja. Teknologi ini khususnya diterapkan pada gedung pencakar langit. Saat terjadi gempa, pendulum akan bergerak ke arah yang berlawanan sehingga menghamburkan getaran gempa.
4. Sekring (replaceable fuses)
Teknologi ini dikembangkan oleh para peneliti dari Stanford University dan University of Illinois. Konsepnya adalah memanfaatkan sekring pada listrik untuk membangun gedung tahan gempa. Dalam eksperimennya, para peneliti menggunakan kabel vertikal yang mampu menjangkau bagian atas gedung. Kabel ini berfungsi membatasi goyangan gempa. Tak hanya itu, kabel ini juga juga mampu menarik kembali struktur bangunan hingga tegak setelah gempa reda. Lebih menarik lagi, besi dari sekering ini mampu menyerap energi seismik yang dipancarkan oleh gempa.
5. Dinding ‘bergoyang’
Teknologi berikutnya untuk bangunan tahan gempa adalah dinding ‘bergoyang’. Teknologi ini menggunakan sistem post-tensioning. Sistem ini membuat tendon baja pada bangunan mampu bergerak, seperti karet gelang. Tendon baja itu juga dapat direntangkan oleh dongkrak hidrolik guna meningkatkan kekuatan tarik dari dinding. Dinding bangunan memang tampak ‘bergoyang’, tapi bukan berarti bangunan dipastikan roboh.
6. Selubung seismik
Selubung ini dibuat dari sejumlah ‘cincin’ plastik konsentrat yang terkubur di bawah pondasi bangunan. Saat gelombang gempa mendekat, ia akan memasuki salah satu ‘cincin’ dan terjebak di dalamnya. Kemudian, gelombang gempa pada akhirnya hanya melewati pondasi bangunan dan muncul di sisi lain permukaan tanah.
7. Serat karbon
Konsepnya adalah menghasilkan pembungkus plastik berserat untuk bangunan yang tahan gempa. Teknologi ini bekerja dengan mencampurkan serat karbon dengan polimer yang mengikat, misalnya poliester, epoxy, vinyl ester, atau nylon. Campuran serat karbon dan polimer tersebut akan menciptakan bahan komposit yang ringan, tetapi sangat kuat.
Memang, teknologi-teknologi di atas tak menjamin suatu bangunan dapat kokoh berdiri saat terjadi gempa. Namun, ini merupakan upaya untuk membangun bangunan yang lebih tahan gempa. Dengan begitu, dampak lebih buruk dari gempa dapat dihindari. (SA)
Baca juga:
Pesawat Terbang Tersambar Petir, Apa yang Terjadi?
Yuk, Intip Teknologi Pendingin Stadion Piala Dunia 2022